Sistem Kepegawaian
Kehadiran
pegawai sebagai manusia didalam suatu lembaga atau perusahaan, baik Negara maupun
swasta, pada hakikatnya merupakan factor yang sangat esensial untuk mewujudkan
tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan, karena tersedianya
modal yang sangat besar, dan penggunaan teknologi mutakhir ini mempunyai arti
sama sekali bagi suatu perusahaan tanpa kehadiran pegawai. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa berhasilnya suatu tujuan organisasi sangat tergantung
pada the man behind the gun. Oleh karena itu pembinaan pegawai sangat perlu
agar peranannya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin demi eksistensi dan
perkembangan perusahaan.
Pegawai sebagai factor esensial bagi
suatu perusahaan hidup ditengah-tengah masyarakat yang bekerja untuk
kepentingan pribadi beserta keluarga juga untuk kepentingan masyarakat, maka
pembinaan pegawai sedapat mungkin dengan kepentingan perusahaan, pegawai dan
masyarakat. Untuk ini dapat digunakan berbagai system kepegaaian, antara lain system
kawan, system kecakapan, dan system karier.
1. Sistem Kawan (Patronage System)
System kawan merupakan system kepegawaian
yang bersifat sujektif, artinya pengangkatan seorang pegawai berdasarkan atas
huungan pribadi antara pihak yang mengangkat dengan pihak yang diangkat. System
kepegawaian yang subjektif ini dapat dibedakan antara yang bersifat politis
dengan yang bersifat non-politis.
System kepegawaian yang bersifat politis
dikenal dengan istilah spoil system diambil
dari ucapan senator William L.Mercy dari New York : to the Victor belongs the spoil of war (semua rampasan perang
menjadi milik yang menang). Spoil System dikenal
secara meluas di Inggris dan Amerika Serikat yang secara historis keduanya
menganut system dwipartai politik. Di Amerika khususnya sejak presiden Andrew
Jackson berkuasa pada tahun 1825-1865 terkenal system rotation in office. Menurut system ini pengangkatan seorang
didasarkan atas jasanya terhadap kemenangan partai. Konsekuensinya, selama pemerintahan
Andrew Jackson telah diberhentikan 252 orang dari 612 pegawai yang diangkat
oleh presiden.
Spoil
system lebih drastic dilaksanakan di Amerika Serikat pada
masa pemerintahan Abraham Lincoln yang mengganti 1.457 orang menjadi 1.639
orang pegawai tinggi dengan maksud untuk mendapatkan dukungan politik dari
partai dalam rangka mempersiapkan dan menghadapi perang pada waktu itu. Jadi untuk
dapat diangkat dan menduduki suatu jabatan orang harus memiliki hubungan
subjektif dengan pihak yang berkuasa di Negara tersebut.
Spoil
system sejauh tercatat di dalam sejarah sejarah ternyata
tidak hanya berlaku dilingkungan pemerintahan Inggris dan Amerika Serikat,
tetapi juga berlaku di lingkungan lembaga atau perusahaan-perusahaan swasta. Keadaan
itu wajar karena orientasi kegiatan operasional perusahaan tidak saja diarahkan
pada efektivitas, tetapi juga efesiensi, dan tak lepas dari pengaruh partai
politik. Apabila ada pertimbangan kepentingan nasional suatu bangsa, jadi tidak
demi kepentingan partai politik yang berkuasa, spoil system mungkin pula dilakukan di perusahaan-perusahaan,
terutama diperusahaan Negara.
System
kepegawaian yang bersfiat non-politik pada abad pertengahan
meluas di eropa, baik dikalangan pemerintah maupun dikalangan gereja. Pengangkatan-pengangkatan
untuk menduduki suatu jabatan tertentu hanya memungkinkan bagi orang-orang yang
mempunyai hubungan subjektif dengan pihak yang mengangkat, baik hubungan darah,
maupun hubungan sebagai teman. Sampai pada abad kedelapan belas system ini
masih dipraktekkan dinegara-negara Eropa, misalnya pada pengangkatan
saudara-saudara Napoleon Bonaparte untuk menjadi raja di daerah-daerah
jajahannya.
System kepegawaian yang bersifat
non-politis kemudian dikenal dengan istilah “nepotisme”. Kata nepotisme berasal
dari kata Inggris “nepotism” yang akar katanya “nepos” atau kemenakan.
Pada zaman kerajaan Indonesia juga
mempergunakan system ini. pada bupati, adipati dan sebagainya adalah kerabat
raja. Sering pula jabatan diberikan kepada orang-orang yang menjadi keluarga
karena perkawinan.
2. Sistem Kecakapan (Merit System)
Berbeda dengan system kawan , system kecakapan
bersifat objektif. Pengangkatan seorang pegawai didasarkan pada kecakapan yang
dimiliki. Ukurang awal untuk mengetahui kecakapan seseorang calon pegawai
antara lain ijazah yang dimiliki atau hasil tes yang dicapainya.
Dalam praktek kepegawaian, system ini
bukan saja dipergunakan pada pengangkatan pertama seorang pegawai, tetapi juga
pada proses kepegawaian berikutnya, antara lain untuk menentukan kenaikan gaji,
kenaikan tingkat dan sebagainya. System ini merupakan suatu system kepegawaian
yang bersifat terbuka, kesempatan untuk menduduki suatu jabatan terbuka untuk
umum, tidak terbatas pada suatu lingkungan tertentu.
3. Sistem Karier (career System)
Menurut system ini seseorang diterima
menjadi pegawai karena pertimbangan kecakapan. Kesempatan untuk mengembangkan
bakat serta kecakapan terbuka selama pegawai mampu bekerja. Pangkatnya pun
dapat dinaikkan setinggi mungkin. System ini merupakan konsekuensi logis dari system
kepegawaian yang didasarkan pada kecakapan.
Sementara itu dapat dikatakan bahwa
pegawai sebagai manuisa penuh dengan potensi yang dapat dikembangkan melalui
berbagai cara, antara lain melalui pengalaman kerja dan penataran. Seperti yang
dikatakan O Glenn Stahl dalam bukunya Public
Personnel Administration kemajuan seseorang dalam suatu lapangan kerja
ditunjukkan dalam karier. Untuk menunjang perkembangan ini digunakan system karier
yang berdasarkan pada pendapat bahwa seseorang akan tetap bekerja pada suatu
bidang tertentu, sehingga dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang
cukup serta keahlian yang diperlukan.
Dalam UU 8/1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian, system karier diartikan sebagai suatu system kepegawaian yang
mendasarkan pegangkatan pertama pada kecakapan pegawai yang bersangkutan. Sedang
selanjutnya masa kerja, kesetiaan, pengabdian dan syarat-syarat objektif
lainnya juga menentukan pengangkatan.
Dalam UU 8 / 1974 juga dikenal suatu system
kepegawaian yang disebut dengan system prestasi kerja, yaitu suatu system kepegawaian
yang mendasarkan pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau
kenaikan pangkat pada kecakapan dan prestasi. Kecakapan harus dibuktikan dengan
lulus dalam ujian dinas atau prestasi yang dibuktikan secara nyata dalam kerja.
Dalam system prestasi kerja ini, masa
kerja bukan merupakan factor yang utama.
Dalam system kepegawaian berdasarkan UU
8 / 1974 terdapat dua istilah yang sering disebut yaitu pangkat dan jabatan,
namun rumusan dan pengertiannya kurang jelas. Sedangkan PP 7/1977 tentang
peraturan gaji pegawai negeri sipil mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seorang pegawai negeri sipil
dalam rangkaian susunan kepegawaian dan yang digunkaan sebagai dasar
penggajian.
Sementara itu, Drs. D.S. Widodo dalam
bukunya Pokok-pokok pengertian ilmu
administrasi Kepegawaian mengemukakan bahwa pangkat adalah kedudukan
seseorang dalam rangkaian seluruh jenjang kepegawaian. Pangkat, dalam hal ini
menunjukkan hierarki dan sekaligus skala gaji. Sedangkan jabatan adalah
keseluruhan tugas, kewajiban, wewenang dan tanggungjawab yang dibebankan kepada
seseorang, dan menunjukkan fungsi.
UU nomor 8 tahun 1974 mempergunakan
istilah jabatan negeri yaitu jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam
kesekretariatan lembaga tinggi Negara dan kepaniteraan pengadilan. Contoh :
pangkat penata Muda, Golongan III/a, jabatan kepala kantor Eselon III. Dalam UU
ini juga dicantumkan berbagai jenis kenaikan pangkat, yaitu :
1) Kenaikan
pangkat regular
2) Kenaikan
pangkat pilihan
3) Kenaikan
pangkat istimewa
4) Kenaikan
pangkat pengabdian
5) Kenaikan
pangkat anumerta
6) Kenaikan
pangkat dalam tugas belajar
7) Kenaikan
pangkat selama menjadi pejabat Negara
8) Kenaikan
pangkat selama dalam penugasan di luar instansi induk
9) Kenaikan
pangkat selama menjalankan wajib militer
10) Kenaikan
pangkat sebagai penyesuaian ijazah
11) Kenaikan
pangka karena lain-lain.
Daftar
Pustaka :
Saksono,
Slamet. Administrasi Kepegawaian .
Kanisius. Jakarta : 1988.
Pusink
BalasHapus